Nalar Teknologi Generasi Kini

Seorang kawan lama penulis baru saja mendapat anugerah putri cantik. Sebagai seorang ibu muda, dan amatir mengingat belum berpengalaman, ia kerap panik (berlebihan) dalam merawat bayinya. Jika ada sesuatu yang dirasa tak beres, bukan bertanya kepada orang tua atau sekitarnya, namun ia lebih memilih browsing via internet.

Bayinya enggan dibedong, misalnya, ia searching di mesin pencari. Rewel, menangis, dan panas sedikit tak perlu menunggu lama: cari solusi di search engine. Alhasil, saking fanatiknya dengan pitutur search engine, ia sampai hari ini belum ‘mengizinkan’ orang tuanya (kakek-nenek) untuk menggendong cucunya.

Masalah timbul saat ia mendapati kenyataan yang bertolak belakang dengan apa yang ia dapat dari aktivitas browsing-nya. Mungkin karena pening dan ingin berbagi pengalaman, ia lantas membuat catatan yang di-posting via facebook-nya. Banyak komentar dari kawan, kebanyakan menyandang status orang tua anyaran, yang mengalami hal serupa. Maka catatan fb kawan tadi yang bertajuk ‘(Baru) Menjadi Ibu (Baru)’ sontak menjadi arena tukar pikiran. Kesimpulannya: para orang tua baru mesti lebih percaya dengan bayinya sendiri ketimbang hasil yang diperoleh dari browsing via search engine. Mungkin baru kali ini, mengganti popok saja perlu buka google.

Di lain pihak, jelang perayaan detik-detik proklamasi 17 Agustus lalu, beberapa anak muda kota Yogya punya ide untuk membuat upacara virtual dan online yang dapat diikuti siapapun dan dimanapun. Alasannya, mereka merasai bosan melihat dan mengikuti upacara perayaan kemerdekaan yang dilangsungkan dengan cara konvensional, hanya itu-itu saja.

Rasa nasionalisme yang terbalut dalam situs indonesiaoptimis.org yang mereka buat pun menjelma menjadi upacara peringatan proklamasi yang asyik, jauh dari retorika berbusa yang tiada jelas ujung pangkalnya, dan tak perlu mendapat kawalan dan penjagaan yang angker dari ribuan aparat keamanan.

Sudah jamak diberitakan saat upacara detik-detik kemerdekaan RI dihelat, maka Ibukota seolah dalam keadaan siaga perang. Ratusan penembak jitu disebar, puluhan tank disiagakan, ribuan personil kepolisian ditambah aparat TNI siaga meski sedang berpuasa. Itulah yang terjadi untuk memperingati hari yang konon merdeka itu.

Dua fenomena di atas mengantar kita pada sebuah aksioma bahwa generasi masa kini memang begitu lekat dengan teknologi informasi. Laju perubahan dan gerak dunia begitu cepat. Dan nyaris tak ada yang mampu menghindar darinya. Mungkin saja ada beberapa wilayah yang memang enggan menjamah kemajuan teknologi, namun justru wilayah semacam ini dapat mudah kita ketahui dalam genggaman kemajuan teknologi.

Kisah seorang kawan yang menyandang predikat ibu baru dan menulis note fb di atas menegaskan bahwa tak selamanya kita mesti bertanya segala kepada search engine. Dalam konteks keilmuan yang akan diujikan dalam sidang skripsi, barangkali kemajuan internet sungguh menggoda. Namun tidak untuk aktivitas naluriah manusia.

Tanpa bantuan search engine, tentu seorang manusia dapat melakukan apa yang menjadi fitrahnya. Untuk buang air ke kamar mandi, tentu tak perlu kita buka dan mencari petunjuk via search engine. Termasuk untuk mempertahankan eksistensi kehidupan manusia itu sendiri.

Sedang fenomena kedua di atas, yang mengabarkan upacara perayaan detik-detik HUT RI via internet, menurut hemat penulis merupakan ide segar sebagai bukti bahwa anak muda zaman sekarang memiliki cara berbeda untuk membuktikan nasionalismenya. Mereka berontak dengan keadaan yang menurutnya sudah out of date.

Boleh jadi, pilihan upacara kemerdekaan RI via internet merupakan bentuk ‘pemberontakan’ mereka terhadap kondisi riil yang tengah terjadi saat ini. Begitu sakralnya helatan akbar upacara kemerdekaan di Istana Merdeka, namun di kesempatan lain masih banyak rakyat miskin yang bergelut hanya untuk mencari sesuap nasi.

Bahkan yang bikin kita tercengang, tujuh puluh lima jam jelang 17 Agustus lalu, negeri jiran Malaysia berani menangkap tiga aparat kita justru di perairan Indonesia!

Maka pilihan mengikuti upacara perayaan kemerdekaan RI secara online tentu alternatif yang menyenangkan. Sembari saling kasih komentar tentang keadaan bangsa saat ini dan mengkritisi elit yang berkuasa.

Nalar teknologi terasa lain bagi generasi kini. Dan dua fenomena di atas benar-benar bukti konkrit bahwa anak muda sungguh intim dengan sesuatu yang dua dekade lalu dianggap ngayawara.

 

Copyright © catatan seorang penulis. Template created by Volverene from Templates Block
Modified template by Masfanet Jogja | M4sF4dH